Guardian Of Value Harapan Negeri : Melawan Individualitas


Individualitas yang menggelora
Globalisasi, sebuah serangan yang tak bisa dihalau oleh semua negara di dunia.. Nampaknya tidak dapat dianggap masalah sepele Mungkin begitu banyak orang yang menganggap globalisasi sebagai angin lalu saja. Efek globalisasi tidak kecil. Banyak kalangan yang menuai keuntungan berlimpah dari membumingnya virus globalisasi. Tak dipungkiri virus ini sudah menyengat tubuh rakyat. Fenomena yang sudah lama terjadi dalam realita kehidupan masyarakat Indonesia adalah mereka yang menyambut hangat globalisasi dan mempunyai paradigma yang berbeda dengan nilai-nilai luhur bangsa.
Mereka berkaca dari tren yang kini sedang membabibuta yaitu tren budaya barat yang mengagungkan tradisi konsumtif, mengidolakan kenikmatan duniawi, dan berfaham sekuler. Tren budaya barat yang mengapresiasi pada kesenangan duniawi semata nampaknya tidak cocok diaplikasikan di Indonesia yang berideologi Pancasila. Kalangan masyarakat yang memaksakan kehendak untuk meniru tingkah polah orang barat nyatanya berefek pada kecenderungan untuk bersikap egois dan individual. Yang disini disebut sebagai tren individualitas.
.Tak hanya rakyat kelas bawah saja yang mabok dengan tren individualitas. Para petinggi di Senayan pun demikian. Dapat ditengok dari rencana mereka yang kokoh untuk berwisata ke luar negeri padahal di sana rakyat Wasior sedang menjerit minta bantuan, pengungsi Mentawai tak punya arah untuk hidup mereka, dan wedhus gembel Merapi yang kian mengganas menyerbu warga. Dan belum lama kita menjumpai seorang Gayus yang memiliki individualitas tingkat tinggi bebas berkeliaran keluar bui untuk sekedar plesiran ke Bali. Agaknya kondisi ini diperparah dengan neolibealisme ekonomi dan premanisme-birokrat.
Globalisasi tak bisa disalahkan sebagai semua penyebab keburukan dalam negara. Karena banyak bangsa lain yang memeras otak mereka dan melahirkan sebuah prinsip hidup yang terealisir. Kebobrokan di negara ini terjadi karena mental bangsa yang tidak dijaga seutuhnya yang menyebabkan rapuhnya karakter bangsa. Ulah sang pejabat mungkin tak ditiru oleh rakyat. Tapi efek yang lebih dahsyat dari ini adalah rakyat menganggap individualitas sebagai perihal yang biasa dan wajar. Banyak orang menganggap hidup ini adalah untuk diri sendiri mengapa harus memikirkan derita orang lain. Mainset yang keliru ini sepertinya hendak dijadikan sebagai kebenaran.
Individualitas samadengan nilai “buruk”. Individualitas dapat menjadi sikap yang menyeramkan jika sikap ini diterapkan oleh rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air. Negara ini dapat menjadi chaos karenanya. Karena sikap yang demikian dapat menimbulkan suatu marginalisasi ekonomi politik dan lainnya antar golongan dalam rakyat. Dan akibat paling parah yang mungkin dapat ditimbulkan adalah perpecahan negara.

The True Guardian Of Value
Seberapa besarkah kekuatan pemuda untuk menghadang individualitas sebagai tantangan globalisasi yang tak bisa dielakan lagi keberadaannya? Jangan pernah bertanya apa senjata mereka. Mahasiswa punya Iron Stock, Agent Of Change, Guardian Of Value,dan Moral Force. Dan jika keempat senjata menyatu, maka akan memiliki efek luar biasa.
Ia (mahasiswa) melangkah dengan langkah pasti untuk menjadi generasi (iron stock) pengganti dari generasi yang sudah tua untuk melanjutkan tongkat estafet keberlangsungan kehidupan bangsa, menjadi agen perubahan (agent of change) yang kontributif , membawa perubahan segar untuk kebaikan bangsa. Ia juga bersenyawa dengan kekuatan moral (moral force) agar mampu bertindak lebih baik dari yang lainnya. Dan The True Guardian Of Value adalah mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai “kebaikan” dalam masyarakat Indonesia. Semua peran dari diri seorang mahasiswa, tidak akan bersinergi jika berdiri sendiri-sendiri. Karena satu dan lainnya saling menopang dan bertalian. Guardian Of Value, sebutir nilai yang hendak dibenturkan dengan nilai “buruk” buah dari kapitalime dan globalisasi.
Nilai “kebaikan” diidentifikasi sebagai nilai-nilai yang timbul dari Sang Maha Pencipta, Alloh SWT. Kebenaran ilmiah yang merupakan refleksi dari “kebaikan” diketahui sebagai representasi dari kebesaran dan keeksisan Allah, sebagai dzat yang Maha Mengetahui. Mahasiswa dianggap sebagai kalangan intelektual dipercaya untuk mampu mencari kebenaran berdasarkan watak ilmiah dari ilmu-ilmu yang diperoleh. Globalisasi tak dipungkiri sudah menggerus nilai luhur menjadi nilai dalam versi yang lain. Pergeseran nilai inilah yang membiaskan makna dari nilai kebenaran dalam masyarakat. Seorang Guardian Of Value menggenggam misi untuk menyampaikan kebenaran dan juga menjaga nilai kebenaran sejati. Mahasiswa harus paham dengan nilai kebenaran yang merupakan nilai luhur bangsa dimana nilai ini bersumber dari Sang Maha Sempurna.



Mahasiswa Versus Nilai-Nilai “Buruk”
Kalangan elit pemain politik tak menganggap negeri ini sebagai jiwa raga mereka. Disana sini mereka bermain politik seperti bermain game, mengorbankan rakyat, dan melahap makanan yang bukan hak mereka. Kapitalisme, sebuah fenomena yang disembunyikan oleh banyak orang. Perlahan tapi pasti menulusuri aliran darah setiap pejabat. Di setiap pertemuan mereka membahas kebijakan-kebijakan untuk rakyat, dan menghasilkan sistem yang dianggap sebagai satu jalur dengan ideologi bangsa, ideologi kerakyatan. Mereka hanya bersenda gurau belaka mencoba membohongi rakyat yang sebenarnya makin hari makin cerdas, tak dipungkiri begitu banyak kebijakan yang berorientasi pada nilai-nilai kapitalis bersumber dari individualitas. Dan hasilnya negara ini menjadi negara sekuler yang terpisah dari nilai Ilahiah.
Begitu rumitnya efek individualitas sehingga mereka (mahasiswa) yang tepengaruh terkadang dianggap sebagai seonggok tulang berbalut otot yang menganggap diri mereka terlalu elit sehingga menimbulkan jurang yang begitu lebar dengan rakyat. Dan menyebabkan denyutan jantung mereka tak senada dengan denyutan jantung rakyat. Ini adalah penyakit yang menyerang manusia mahasiswa. Tapi tak sedikit mahasiswa yang berjalan menolak arah fenomena individualitas, dan kembali untuk menyuarakan suara rakyat, dan bernafas seirama dengan nafas rakyat.
Mahasiswa. Sosok ini adalah penguat, pengganti, pembaru, dan penggerak. Masihkah ingat dengan kata-kata Soekarno? Beri aku sepuluh pemuda maka aku akan menggoncangkan dunia. Dan Sang Founding Father Of Indonesia itu pun menegaskan bahwa bangsa yang besar ialah bangsa yang tidak akan pernah melupakan sejarah bangsanya. Dan sejarah bisa jadi adalah kekuatan yang besar untuk bergerak. Tak dapat dilupakan bagaimana para pemuda pada tempo dulu berjuang menghadang penjajah, meruntuhkan orde baru, dan melenyapkan rezim Soeharto. Betapa hebatnya kekuatan pemuda ( mahasiswa).
Mahasiswa tak bisa bergerak sendirian. Tapi Ia harus bergerak bersama. Bermula dari diri individu untuk dapat meresapi formula Guardian Of value dan senyawa lainnya. Untuk menjadi pemuda tangguh, begitu banyak halang rintang yang menghadang. Perlu pengorbanan dan usaha keras. Rakyat menunggu sosok yang menggelorakan nilai kebenaran untuk menepis individualitas. Resapan formula Guardian of Value dan senyawa lainnya dalam diri individu akan memancarkan sinar-sinar penggerak.
Mahasiswa melawan individualitas dapat dengan banyak cara, sebut saja dengan membentuk diskusi sebagai suatu tradisi. Ruang-ruang diskusi dapat menjadi sebagai start awal untuk membentuk gerakan nasional. Nyatanya diskusi tak dapat dipandang sebelah mata, karena begitu banyak aktivis-aktivis mahasiswa yang terlahir dari ruang-ruang semacam ini dan melahirkan kekuatan bak supernova. Sebuah gerakan massa hanya akan menjadi retorika ketika mahasiwa tidak mengolah budaya ilmiyah dalam mengapresiasikan pemikiran dan idiealismenya. Budaya ilmiyah akan dapat dilakukan dengan gerakan intelektual (Intellectual Movement). Dan diskusi adalah gerakan intelektual. Gerakan semacam ini yang diekspektasikan menjadi awal mula gerakan untuk melawan individualitas. Dari ruang-ruang diskusi ini, akan timbul aktivis kampus yang memiliki keahlian dalam memahami kebutuhan rakyat.
Dari ruang diskusi, maka mahasiswa akan merasakan diri mereka lebih mampu untuk terjun mengarungi masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mengundang minat publik (rakyat), dapat dijadikan suatu wadah untuk menyampaikan misi Guardian Of Value sebagai penyampai nilai “kebaikan” dan penjaga nilai. Namun langkah sang Guardian of Value tak berhenti hanya saat kegiatan kampus, tapi saat Ia (mahasiswa) menyelami setiap elemen kehidupan.

Epilog
Permasalahan setiap bangsa memang tiada akhirnya. Dari mulai petinggi hingga rakyat kelas bawah turut menyumbang berbagai masalah. Sebuah fenomena yang perlahan tapi pasti menelusup tubuh kita, yakni individualitas. Individualitas sebagai buah dari kapitasme yang terbawa bersama arus globalisasi, nyatanya dapat merugikan dan meruntuhkan mental bangsa. Pembentukan dan perbaikan karakter bangsa perlu dilakukan oleh semua elemen negara, tidak hanya pemuda (baca:Mahasiswa).
Guardian Of value karakter yang melekat dalam sifat asli pemuda mulai digemborkan sebagai solusi untuk melawan individualitas. Guardian Of Value yang bekerja bersama dengan formula lainnya akan bekerja optimal untuk mengurangi virus kapitalisme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mutasi

Penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi Negeri Berdasarkan Permendikbud No 25 Tahun 2020

Iuran Pengembangan Institusi (IPI) pada Perguruan Tinggi Negeri