Renungan Untuk Koruptor
Menguak arti korupsi
Korupsi (corrumpere)
berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Transparancy
International mengatakan bahwa¸ korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik
politisi maupun pegawai negeri, yang secara tak wajar dan ilegal memperkaya
diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Korupsi terjadi karena adanya
penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat demi kepentingan
pribadi dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat.
Praktik korupsi rentan
terjadi oleh para pemegang kekuasaan. Hal ini seirama dengan pepatah “Power
tends to coprrupt”. Dengan adanya power, seseorang lebih mudah terjangkiti
penyakit korupsi, penyakit ini bisa ditularkan secara top-down maupun
bottom-up. Gejala top down berasal dari pemegang kekuasaan itu sendiri, gejala
ini lebih mudah dalam penularannya,contohnya indikasi korupsi terjadi dalam
upaya memperoleh dan menggunakan fasilitas negara.
Top-man lebih mudah
mengajak bawahannya untuk memanipulasi pengadaan fasilitas negara untuk kekayan
si top-man. Bottom-up berasal dari pegawai bawahan, gejala ini tidak mudah
menular seperti gejala top-down,namun dalam praktiknya tidak jarang para
bawahan bisa menularkan indikasi korupsi terhadap atasannya untuk meminta
“melegalkan” tindakannya tersebut walaupun dengan pengorbanan yang tidak
sedikit. Darimana pun gejala korupsi itu muncul tetap saja membahayakan
terhadap ketahanan ekonomi suatu bangsa. Sampai sekarang Indonesia masih
terpuruk karena negeri ini menjadi sarang para koruptor dari mulai kelas ringan
sampai kelas berat.
Koruptor, makhluk
seperti apa ?
Koruptor, gaungnya
sudah tak asing lagi di kuping rakyat Indonesia. Bukan karena kehebatannya,
tapi karena perbuatannya mengeruk uang rakyat.. Seorang pejabat yang seharusnya
menjadi sosok pemerbaik nasib bangsa, kini kenyataannya banyak dari mereka yang
memiliki keinginan yang tidak sejalan dengan keinginan rakyat, bahkan untuk
menyamakan denyutan darah mereka dengan darah rakyat, mereka tak mau. Mungkin
tidak berlebihan jika menyebut koruptor sebagai pemakan darah. Mereka merampas
hak rakyat, dan secara tidak langsung mereka merebut udara kaum jelata. Mereka
memakan sajian yang tidak halal, yang merupakan hasil curian.
Gerakan koruptor yang
lihai tidak individual. Dengan strategi yang sistematis, mereka
berbondong-bondong menggelapkan duit negara, dan menggunakannya untuk
kepentingan pribadi. Tak hanya pejabat yang berkantor di kota Jakarta, pejabat
di daerah malah lebih ekstrim dalam melakukan tindak korupsi. Di daerah, para
koruptor lebih longgar untuk melakukan aksinya. Awal dari semuanya adalah
pemberlakukan desentralisasi yang mentah. Sistem desentralisasi otonomi daerah
merupakan buah yang dihasilkan akibat reformasi. Celah-celah untuk melakukan
tindak korupsi di daerah terbuka begitu lebar ketika ada motivasi untuk
mendapatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah), dari sinilah muncul kecurangan oknum
pejabat daerah, kecurangan ini contohnya seperti adanya pungutan liar dengan
embel-embel untuk meningkatkan PAD. Pemerintah daerah mungkin tidak sadar bahwa
perbuatan seperti ini dapat menjadi penyebab investor enggan untuk berinvestasi
di daerah tersebut.
Membicarakan koruptor
memang tidak ada hentinya, banyak dari mereka masih berkeliaran bebas dan
menghirup udara segar. Koruptor bisa jadi memiliki berbagai macam kepribadian.
Mereka dapat berkamuflase, merubah muka untuk berbagai kepentingan. Dihadapan rakyat,
para koruptor memasang muka manis dan menjanjikan untuk menjadi penolong. Tapi,
di belakang semua itu, si koruptor memasang muka serigala yang siap untuk
mencabik mangsa melahap darah segar. Begitu buruknya koruptor itu. Koruptor
tidak hanya bertempat di kantor pemerintahan dan birokrasi saja, tapi kini
eksistensinya ada dimana-mana seperti di universitas dan sebagainya.
Untaian pesan untuk
koruptor
Koruptor, merupakan
pengukir juara untuk Indonesia. Bukan juara akan prestasi yang membanggakan.
Tapi juara yang memuakaan yaitu menyabet sebagai negara terkorup Se-Asia
Pasifik oleh PERC 2010. Tindakan korupsi sangat memalukan nama bangsa. Dari
data PERC 2010, dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat
dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dibanding dengan 16
negara Asia Pasifik lainnya. “Prestasi” dashyat ini bukanlah hal yang
mengejutkan. Apabila Pak SBY selama ini terkadang mengklaim keberhasilan
tindakan pemberantasan korupsi KPK seolah-olah sebagai hasil dari kinerja
pemerintahannya, maka kasus kriminalisasi pimpinan KPK (Bibit dan Chandra)
setidaknya telah menurunkan kepercayaan pengusaha atas hasrat pemerintah
bersama jajarannya dalam memberantas korupsi.
Hukuman yang diberikan
untuk seorang koruptor nyatanya tidak setimpal dengan perbuatannya. Padahal
mereka pantas-pantas saja diberi hukuman gantung atau hukuman mati. Koruptor,
sudah di penjara saja, belum mengenal jera. Mereka masih sempat berfoya
menghabiskan harta rampasan untuk menikmati kepuasan duniawi.
Langkah bangsa ini tak
hanya dijalankan oleh seorang presiden saja. Namun diiringi dengan langkah para
pejabat baik di pusat maupun daerah. Begitu kompleksnya negeri ini, memiliki
segudang permasalahan yang seharusnya dipecahkan bersama. Namun, banyak para
pejabat yang lupa daratan. Lupa akan tugas mereka sebagai pengemban amanah
rakyat. Bahkan, parahnya menghianati rakyat.
Begitu rumitnya
permasalahan korupsi di negara tercinta ini, diperlukan pembongkaran
besar-besaran untuk mengusir dan membumi hanguskan tikus-tikus negara.
Menegakkan hukum, dan mengimplementasikan peraturan dengan wujud yang nyata.
Mungkin merangkai kata untuk perubahan bangsa begitu mudah. Namun,
merealisasikan suatu impian bersama bangsa dalam bentuk gerakan teramat sulit.
Para koruptor lihatlah rakyat kita. Tahukah
bahwa jutaan rakyat sekarang berada di bawah garis kemiskinan. Rakyat disana
berharap banyak dengan para petinggi di pusat dan di daerah yang ditengarai
dapat melakukan tugas untuk menyejahterakan rakyat. Rakyat berharap mereka
(Petinggi) mampu untuk melindungi dan mengayomi rakyat. Namun, mereka
(koruptor) malah sedang asyik tersenyum bangga sambil menikmati harta negara
dan uang rakyat. Tak malukah memakan uang punya rakyat kecil. Koruptor,
tubuhnya hanya bertumpu pada penderitaan rakyat.
Purwokerto, 15 Juni 2011
Komentar
Posting Komentar