Optimalisasi Kontribusi Industri Kelapa sawit Indonesia


Indonesia, Penghasil Kelapa Sawit Terbesar Di Dunia
            Terletak di wilayah tropis nyatanya memberikan keuntungan tersendiri bagi negeri kita. Begitu banyak spesies tanaman yang mampu tumbuh subur dan memberikan manfaat bagi manusia-manusianya. Salah satunya adalah kelapa sawit, tanaman yang kini menyumbang devisa yang tidak sedikit. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dibawa oleh penjajah pada tahun 1800-an. Jika sebelum perang dunia kedua Sumatra dan Aceh adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Maka setelah perang dunia kedua posisi ini direbut oleh Malaysia berkat kemajuan Malaysia mengelola perkebunan sawit secara efisien dan didukung oleh penelitian dan pengembangan teknologi yang lebih mumpuni. Pada awal tahun 1980-an  kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) mulai menjadi tanaman primadona dan imbasnya yaitu adanya perluasan lahan yang pesat untuk membuka perkebunan untuk tanaman ini.
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu komoditas unggulan dari tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasilan devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia mendorong pemerintah Indonesia untuk mengembangkan areal perkebunan kelapa sawit. Berkat pembukaan lahan yang pesat, produksi minyak sawit di Indonesia menduduki rangking 1 di dunia sejak tahun 2009. Kini produksi minyak sawit Indonesia mencapai 22,5 juta ton pada 2010 dan diperkirakan akan naik hingga 40 juta ton pada 2020. Dari total produksi tahun lalu, 13,2 juta ton Crude Palm Oil (CPO) diekspor ke luar negeri dan 9,1 juta ton sisanya digunakan oleh industri dalam negeri untuk menghasilkan bahan makanan (oleofood), bahan non makanan (oleochemica) dan manufaktur farmasi (cosmetics & pharmacy).
Sebagai penghasil terbesar kelapa sawit, Indonesia patut dibanggakan karena mampu menyediakan sekitar 57% minyak kelapa sawit untuk dunia. Saham untuk perusahaan dalam industri kelapa sawit juga masih menguntungkan meskipun dunia sempat mengalami krisis.

Kinerja Industri Minyak Sawit Masih Rendah
Kinerja industri minyak sawit olahan di Indonesia masih dirasa rendah meskipun sudah menjadi negara penghasil minyak terbesar di dunia. Hingga sekarang, dari total ekspor minyak sawit Indonesia, baru 30 persen yang berupa minyak sawit olahan. Sedangkan sisanya masih berupa minyak sawit mentah/nonolahan. Kondisi sebaliknya terjadi di Malaysia, dengan mayoritas atau 70 persen produk ekspornya adalah minyak sawit olahan. Hasilnya nilai tambah yang diperoleh juga jauh lebih tinggi dibanding Indonesia.
Dari segi pemanfaatan luas lahan, Malaysia juga memiliki kinerja yang relatif lebih tinggi. Pada 2010 luas perkebunan kelapa sawit di Malaysia mencapai 5,1 juta hektare yang mampu memproduksi minyak sawit sekitar 19,3 juta ton per tahun. Sedangkan Indonesia yang memiliki luas lahan sekitar 7,1 juta hektare hanya baru menghasilkan 22 juta ton per tahun. Dari sisi nilai tambah, minyak sawit (CPO) yang diolah menjadi produk turunan bisa memiliki nilai tambah hingga 12 kali lipat. CPO yang diolah menjadi minyak goreng bisa memiliki nilai tambah sekitar 60 persen, RBD stearine 90 persen, margarine 180 persen, fatty acids 300 persen.
Rendahnya produksi kelapa sawit baik mentah maupun olahan dikarenakan oleh banyak hal seperti sistem pengelolaan atau manajemen, teknologi dan juga oleh berbagai faktor lainnya. Sebagai salah satu penentu peningkatan produktivitas dan kinerja industri kelapa sawit,tak dapat dimungkiri bahwa industri kelapa sawit Indonesia masih tertinggal dalam hal teknologi. Penerapan teknologi tinggi sebenarnya sudah diperkenalkan dan dilakukan, tapi yang menggunakan dan menerapkan hanya para “pemain” besar dalam industri ini. Faktor-faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya kinerja industri ini adalah kurangnya investasi terhadap indutri hilir atau produksi turunan dari CPO. Padahal jika banyak yang menaruh minat pada industri hilir maka nilai tambah yang akan didapat tidak sedikit.

Upaya Meningkatkan Kontribusi Industri Kelapa Sawit
            Hal yang utama dilakukan adalah dengan membenahi manajemen pada perkebunan maupun pabrik minyak kelapa sawit. Sistem pengelolaan atau manajemen sangat menentukan kinerja dan produktivitas kelapa sawit. Manajemen budidaya kelapa sawit meliputi manajemen tanaman dimana lebih berfokus dengan bagaimana cara mengelola tanaman kelapa sawit untuk mendapatkan tanaman yang sehat dan optimal. Adapula manajemen pabrik minyak kelapa sawit dimana usaha perkebunan kelapa sawit yang memiliki pabrik bertujuan menghasilkan minyak dan inti sawit sebanyak-banyaknya dengan mutu setinggi-setingginya, dengan biaya serendah-rendahnya. Sedangkan usaha perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki pabrik, khusus perkebunan kecil, pada dasarnya hanya bertujuan menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang sebanyak-banyaknya dengan biaya minimal. Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu pembinaan dan pengembangan SDM yang berkualitas, perubahan pada budaya perusahaan (cultulal network) yang lebih baik, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan. Manajemen keuangan dan pemasaran berfokus pada bagaimana mengelola uang/dana dengan baik agar dapat berproduksi secara efisien dan efektif, dapat memasarkan minyak kelapa sawit pada tingkat domestik hingga internasional. Penerapan sistem manajemen pada setiap perkebunan kelapa sawit yang satu mungkin akan berbeda dengan yang lain. Hal ini disebabkan kondisi alam, manusia, dana yang mungkin berbeda-beda antar daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Industri kelapa sawit memang memegang kontribusi yang penting dalam rangka mendukung perekonomian bangsa. Bisa dikatakan kini Industri sawit menjadi leading sector beberapa industri lainnya. Dari industri sawit pajak dan devisa untuk pemerintah cukup besar, efeknya pemasukan negara bertambah. Namun bukan hanya kontribusi dari segi pajak dan devisa saat ini saja, tetapi perlunya pengembangan industri lebih lanjut. Tidak hanya berfokus pada industri hulu dimana industri ini hanya menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (non olahan). Tetapi juga perlu pengembangan industri hilir yang hasilnya memiliki nilai tambah berkali-kali lipat dibandingkan kelapa sawit mentah.
            Dibandingkan dengan negara tetangga, produksi hilir kelapa sawit masih kalah. Produksi hilir kelapa sawit dapat berupa margarine, kosmetik,dan sebagainya. Industri manufaktur hilir berbasis kelapa sawit diyakini mampu meningkatkan nilai tambah komoditas tersebut hingga mencapai 12 kali lipat. Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, mengatakan, Indonesia akan menjadi basis produksi kelapa sawit, karet, dan kakao. Ketiga komoditi itu dinilai memiliki pasokan sumber daya alam yang sangat besar untuk dikembangkan oleh industri dalam negeri. Dengan kombinasi kebijakan yaitu bea ke luar yang baru dan insentif fiskal diharapkan pertumbuhan industri produk turunan CPO di Tanah Air terus berkembang.
Selain menumbuhkan industri hilir, upaya yang memang sudah dilakukan pemerintah adalah dengan membentuk ISPO. Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) adalah standar pelestarian lingkungan pada industri kelapa sawit nasional. ISPO memang sertifikasinya belum diakui secara internasinol. Awalnya Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) tergabung dalam Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Kemudian Gapki keluar dan mendukung ISPO. RSPO memang telah diakui secara internasional. Tetapi keluarnya Gapki dari RSPO tidak akan menyurutkan jumlah ekspor kelapa sawit karena posisi Indonesia sudah kuat.
ISPO dapat meningkatkan posisi tawar CPO Indonesia di pasar internasional. Untuk mewujudkannya dibutuhkan waktu, kerja keras dan senergisasi untuk membuat ISPO diakui dunia. Sudah sepantasnya Indonesia mempunyai standar pelestarian lingkungan sendiri mengingat Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar di dunia. ISPO tidak memuat larangan bagi perusahaan-perusahaan sawit nasional secara individual untuk mengikuti standar lain mengenai praktek-praktek menjaga kelestarian lingkungan. Pasalnya, negara-negara tujuan ekspor juga masih belum dapat mengakui ISPO sebagai standar internasional mengenai kelestarian lingkungan.
Teknologi, untuk meningkatkan produktifitas kelapa sawit tak terlepas dari penggunaan mesin-mesin industri berkualitas tinggi dengan pendekatan teknologi industri. Dengan menggunakan teknologi tinggi, maka hasil industri kelapa sawit diharapkan semakin baik pada masa mendatang. Akhir-akhir ini telah dilakukan pameran teknologi baru dan mutakhir di sejumlah tempat agar pengusaha maupun rakyat mengenal dan dapat memberi manfaat pada berbagai pihak. Dengan adanya pameran teknologi diharapkan dapat menginspirasi para pengusaha untuk membuat produk turunan dari CPO.
Energi alternatif yang sudah lama didengungkan agaknya sedikit diabaikan oleh pemerintah. Pemerintah tidak fokus pada agenda ini. Padahal pengembangannya begitu menggiurkan untuk masa depan mengingat bahan bakar minyak (BBM)  yang kita manfaatkan saat ini bersumber dari energi tak terbarukan berupa fosil-fosil tumbuhan dan hewan jaman purba. Biodisel sebagai salah satu sumber energi alternatif dapat dibuat dari kelapa sawit. Bahkan limbah kelapa sawit atau cangkangnya juga dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik . Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi kita untuk bisa memanfaatkan tanaman ini untuk memberikan kontribusi terbaik bagi dunia dan bagi bangsa sendiri khususnya.
Langkah-langkah yang sudah dan sebaiknya dilakukan adalah revitalisasi perkebunan meliputi penyusunan rencana jangka panjang yang jelas dalam bentuk blue print tentang rencana pembangunan perkebunan dan industri pengolahan hasil perkebunan, monitoring dan evaluasi implementasi pemanfaatan lahan,  intensifikasi tanaman kelapa sawit rakyat, dukungan penyediaan lahan, dukungan penyediaan benih unggul, dukungan pembangunan infrastruktur, pengembangan riset dan development, penyediaan pembiayaan, dan meningkatkan penerapan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan (sustainable development).
Tidak hanya langkah-langkah dari segi optimalisasi minyak kelapa sawit saja, tapi harus diperhatikan strategi penting untuk menguatkan posisi dan kedudukan minyak kelapa sawit kita. Perkebunan Indonesia sejak dahulu memang sudah mengalami persaingan yang ketat. Di era modern seperti ini persaingan tidak hanya dalam hal segi pengoptimalan produk saja. Namun persaingan yang lebih diarahkan untuk menggerus produk perkebunan di pasar dunia.  Di luar sana, banyak pihak-pihak yang mengintai dan ingin mengambil alih posisi kita dengan cara menyebarkan isu-isu yang dapat mendunia jika tidak dikaji atau dibahas lebih lanjut. Antisipasi dapat dilakukan dari sekarang untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di masa depan. Ancaman yang dimaksud adalah adanya ancaman perang dagang dari pihak asing yang secara perlahan dapat menghancurkan prospek bisnis sawit di Indonesia. Sebagai masyarakat intelektual seharusnya tidak mudah terpancing isu-isu yang disebarkan dari pihak luar.

Penutup : Industri Kelapa Sawit Untuk  Ketahanan Ekonomi
Industri minyak kelapa sawit merupakan industri strategis yang berkembang baik di negara-negara tropis. Besarnya produksi yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi sumber daya alam yang kontributif, tidak hanya untuk pendapatan negara saja tetapi juga untuk menyerap tenaga kerja di daerah. Pengembangkan kelapa sawit ke depan perlu  adanya komitmen politik yang kuat dari pemerintah bersama  lembaga legislatif. Komoditas kelapa sawit hampir sama dengan beras yaitu merupakan komoditas  strategis dalam perekonomian  nasional. Sinergisasi antara pemerintah, pengusaha, investor, dan rakyat perlu dijalankan sebagai upaya untuk bersama-sama mengembangkan industri ini secara optimal. Kemandirian bangsa bukan hal yang mustahil bagi bangsa kita, semua rencana dan strategi dapat dijalankan untuk mencapai tujuan bersama asal dikerjakan secara serius dan berfokus pada kepentingan rakyat bukan pada kepentingan golongan. Semoga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mutasi

Penentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi Negeri Berdasarkan Permendikbud No 25 Tahun 2020

Iuran Pengembangan Institusi (IPI) pada Perguruan Tinggi Negeri